Kebijakan Tapera Dinilai Tak Efisien dan Tumpang Tindih

2024-06-01 04:37:07

Add to bookmarkAdded

Sejumlah pengamat sepakat kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memberatkan para pekerja dan perlu ditinjau ulang pelaksanaannya. 

Hal itu seiring terbitnya aturan terbaru berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. 

Pengamat pembiayaan perumahan, Erica Soeroto menyampaikan bahwa potongan 3 persen dari gaji pekerja untuk iuran Tapera sangat memberatkan. "Bahkan kalau soal Tapera, saya sudah 'alergi' sejak masih wacana," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (30/5/2024).

Menurut dia, Tapera yang dijalankan oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) terkesan hanya menghimpun dana masyarakat melalui tabungan. 

Kalau ingin menerapkan skema tabungan, pemerintah bisa saja cukup memaksimalkan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

"Kalau hanya mau menghimpun dana masyarakat melalui tabungan, suruh aja BPJS dipecah, yang satu buat kesehatan, yang satu buat tabungan masyarakat, dan tabungan itu sifatnya tidak memaksa, voluntary, boleh berapa aja, semakin banyak menabung semakin cepat dia dapat rumah," terangnya.

Dengan begitu, ia menilai pemerintah sebetulnya tidak perlu sampai mendirikan lembaga baru seperti BP Tapera yang konsepnya tak efisien. "Sebab belum apa-apa, masyarakat belum dapat rumah, manajer investasi sudah dapat fee 3 persen, ini apa-apaan, mau meras rakyat?" cetusnya. 

"Ini ngambil dari tabungan, belajar dari mana sih? Makin tidak efisien dan yang lucunya, ketidakefisienan itu berarti ada cost ya, cost itu siapa yang bayar? Ya rakyat, yang dipotong gajinya itu," imbuhnya. 

Lanjut Erica, skema tabungan untuk pembiayaan perumahan masih kalah efisien dengan menghimpun dana jangka panjang melalui pasar modal. Seperti halnya yang dijalankan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Namun ia menyebut peran SMF terkesan kurang didukung dan diperhatikan hingga ujungnya pemerintah mendirikan BP Tapera. 

"Jadi ada yang lebih efisien. Mengambil dana dari pasar modal adalah yang paling efisien di dunia," pungkasnya. 

Pengamat sekaligus praktisi hukum perumahan, Muhammad Joni mengatakan, berlakunya perluasan kelompok sasaran Tapera dan potongan gaji pekerja 3 persen menunjukkan ada kesenjangan antara ekosistem Tapera dengan BPJS Ketenagakerjaan yang tidak diantisipasi dan disinkronisasi. 

Sebab, BPJS Ketenagakerjaan juga memiliki fasilitas Manfaat Layanan Tambahan (MLT) yang fungsinya untuk pembiayaan perumahan para pekerja program Jaminan Hari Tua (JHT). (Sumber: Kompas.com)